Halaman

Kamis, 22 Maret 2018

Sejarah Perpustakaan "Tugas PIP"

Hello guys….
Di postingan kali ini, dewi mau bagi info nihhh…, berkaitan dengan program studi Dewi tentunya. Sebelumnya, Dewi mau nanya nih, kalau kalian belajar, cari buku, informasi sekaligus rekreasi dimana????. Ya! Setuju, Pasti jawabnya PERPUSTAKAAN. Tapi taukah kamu bagaimana perpustakaan itu bisa ada?. Perpustakaan terbentuk bukan serta merta langsung menjadi sebuah pengelola informasi, melainkan melalui masa-masa yang sangat panjang hingga terbentuk seperti sekarang. Mau tau ceritanya? Berikut penjelasannya.


SEJARAH PERPUSTAKAAN TINGKAT DUNIA

Bibliotheca Alexandrina Egypt (Perpustakaan Iskandariah Mesir) merupakan perpustakaan pertama dan terbesar di dunia. Perpustakaan ini bahkan bertahan selama berabadabad dan memiliki koleksi 700.000 gulungan papyrus, bahkan jika di bandingkan dengan Perpustakaan Sorbonne di abad ke-14 ‘hanya’ memiliki koleksi 1700 buku.
Perpustakaan ini di dirikan oleh Ptolemi I sang penerus Alexander(Iskandariah) pada tahun 323 SM, dan terus berlanjut sampai kekuasaan Ptolemi III. Pada waktu itu para penguasa Mesir begitu besemangat memajukan Perpustakaan dan Ilmu Pengetahuan mereka, bahkan dalam Manuskrip Roma mengatakan bahwa sang Raja mesir membelanjakan harta kerajaan untuk membeli buku dari seluruh pelosok negeri hingga terkumpul 442.800 buku dan 90.000 lainnya berbentuk ringkasan tak berjilid. Ia juga memerintahkan prajurit untuk menggeledah setiap kapal yang masuk guna memperoleh naskah. Jika ada naskah yang ditemukan, mereka menyimpan yang asli dan mengembalikan salinannya. Menurut beberapa sumber, ketika Athena meminjamkan naskah-naskah drama klasik Yunani asli yang tak ternilai kepada Ptolemeus III, ia berjanji membayar uang jaminan dan menyalinnya. Tetapi sang raja malah menyimpan yang asli, tidak mengambil kembali uang jaminan itu, dan memulangkan salinannya.
Namun cerita keemasan ini hanya menjadi sejarah. Ialah ketuka penaklukan bangsa Romawi yang dipimpin oleh Julius Caesar pada tahun 48 SM. Bangsa Romawi membakar 400.000 buku musnah menjadi abu using yang tak berguna. Dunia ilmu saat itu sangat berduka karena telah kehilangan salah satu sumber ilmu pengetahuan terbaik saat itu. Namun akhirnya sang Kaisar, Julius Caesar meminta -maaf, dan sebagai gantinya ia mengirim Marx Antonio untuk menghadiahkan 200.000 buku dari Roma kepada Ratu mesir saat itu, Cleopatra, dan dari inilah kisah mereka berlanjut.
Namun perpustakaan megah yang ada di mesir tersebut tak pernah kembali seperti masa-masa keemasanya. Sejak pembakaran tersebut, Perpustakaan Iskadariah solah tak terurus. Bahkan hampir menjadi artefak-artefak kuno saja. Akan tetapi, UNESCO memprakarsai untuk bekerja sama dengan pemerintah Mesir,membangun kembali perpustakaan dengan sejarah terbesar dalam sejarah tersebut. Dan pembangunan ini di mulai sejak tahun 1990-an. Pembangunan ini menghabiskan dana tak kurang dari US$ 220 juta. US 120 juta di tanggung pemerintah Mesir dan sisanya di tanggung dari bantuan Internasional dari Negara-negara lain. Akhirnya setelah terbengkalai hampir selama 20 Abad, Perpustakaan Iskandriah (Bibliotheca Alexandrina) berdiri megah dan unik. Bangunan utama berbentuk bulat beratap miring, terbenam dalam tanah. Di bagian depan sejajar atap, dibuat kolam untuk menetralkan suhu pustaka, terdiri lima lantai di dalam tanah, perpustakaan ini dapat memuat sekitar 8 juta buku.
Namun yang ada saat ini baru 250.000 buku dan akan terus bertambah tiap tahun. Selain itu juga menyediakan berbagai fasilitas, seperti 500 unit komputer berbahasa Arab dan Inggris untuk memudahkan pengunjung mencari katalog buku, ruang baca berkapasitas 1.700 orang, conference room, ruang pustaka Braille Taha Husein khusus tuna netra, pustaka anak-anak, museum manuskrip kuno, lima lembaga riset, dan kamar-kamar riset yang bisa dipakai gratis. Dan yang juga menarik,adalah lantai tengah perpustakaan tersebut terdapat Gallery Design dan bisa dilihat dari berbagai sisi. Di lantai kayu yang cukup luas itu terpajang berbagai prototype mesin cetak kuno dan berbagai lukisan dinding. Perpustakaan ini selalu dipenuhi pengunjung, padahal di Alexandria tidak banyak universitas seperti di Kairo. Ini menunjukkan tingginya minat baca masyarakat Mesir dan perpustakaan yang dulu dihancurkan Julius Caesar itu kini menjadi salah satu objek wisata sebagaimana Piramid Giza, Mumi, Karnax Temple, Kuburan para Firaun di Luxor atau Museum Kairo yang menyimpan timbunan emas Tutankhamun.
Isi di perpustakaan tersebut mengandung:
1.      Sebuah Perpustakaan yang dapat menampung jutaan buku.
2.      Sebuah Arsip Internet
3.      Enam khusus perpustakaan untuk
a)      Seni, multimedia dan bahan-bahan audio-visual,
b)      Tunanetra
c)      Anak-anak
d)     Kaum muda
e)      Microforms, dan
f)       Buku langka dan koleksi khusus
4.      Empat Museum untuk
a)      Antiquities
b)      Naskah
c)      Sadat dan
d)     Sejarah Sains
5.      Planetarium A
6.      Sebuah Exploratorium untuk eksposur anak terhadap ilmu (ALEXploratorium)
7.      Culturama: panorama budaya lebih dari sembilan layar, yang pertama kalinya dipatenkan 9 proyektor sistem interaktif. Pemenang banyak penghargaan, yang Culturama, dikembangkan oleh CULTNAT, memungkinkan penyajian banyak lapisan data, dimana presenter dapat klik pada item dan pergi ke tingkat baru detail. Ini adalah presentasi multi-media sangat informatif dan menarik warisan di Mesir 5.000 tahun sejarah untuk zaman modern, dengan highlights dan contoh-contoh dan Koptik Mesir Kuno / warisan Islam.
      VISTA (The Virtual Immersive Sains dan Teknologi Aplikasi sistem) adalah sebuah lingkungan Virtual Reality interaktif, yang memungkinkan peneliti untuk mengubah data set ke dalam dua-dimensi simulasi 3-D, dan ke langkah di dalamnya. Sebuah alat praktis visualisasi selama penelitian, VISTA membantu peneliti untuk mensimulasikan perilaku sistem alam atau manusia-rekayasa, bukan hanya mengamati sistem atau membangun model fisik.
·        Delapan pusat penelitian akademik:
1.      Alexandria dan Pusat Penelitian Mediterania (Alex-Med),
2.      Arts Center,
3.      Kaligrafi Pusat,
5.      Pusat Studi Khusus dan Program (CSSP),
6.      Sekolah Internasional Studi Informasi (ISIS),
7.      Naskah Pusat,
8.      Pusat Dokumentasi Budaya dan Warisan Alam (CultNat, terletak di Kairo), dan
9.      Alexandria Pusat Studi Helenistik.
·        Lima belas pameran tetap meliputi
1.      Tayangan dari Aleksandria: Koleksi Awad,
2.      Dunia Shadi Abdel Salam,
3.      Arabic Kaligrafi,
4.      Sejarah Percetakan,
5.      Arab-Muslim Abad Pertengahan Instrumen Astronomi dan Sains (Penunggang Star), dan
6.      Pameran Tetap Seleksi Seni Kontemporer Mesir:
7.      Para Artis Buku,
8.      Mohie El Din Hussein: A Journey Kreatif,
9.      Abdel Salam Idul Fitri,
1.  The Raaya El-Nimr dan Abdel-Ghani Abou El-Enein Koleksi Seni Rakyat Arab,
11.  Seif dan lemah Adham: Motion dan Seni,
12.  Dipilih Artworks dari Henin Adam,
13.  Dipilih Artworks Ahmed-Abdel Wahab,
14.  Artworks Terpilih Hamed Saeed,
15.  Dipilih Artworks dari Soliman Hassan, dan
16.  Sculpture.
·        Empat seni galeri untuk pameran temporer
·        Sebuah Pusat Konferensi untuk ribuan orang
·        Sebuah Forum Dialog yang memberikan kesempatan untuk pertemuan, dan diskusi dengan para pemikir, penulis dan penulis untuk membahas berbagai isu penting yang mempengaruhi masyarakat modern. Forum Reformasi Arab adalah hasil dari Konferensi Reformasi Arab pertama diselenggarakan pada tahun 2004.

SEJARAH PERPUSTAKAAN DI INDONESIA
Sejarah perpustakaan di Indonesia tergolong masih muda jika dibandingkan dengan negara Eropa dan Arab. Jika kita mengambil pendapat bahwa sejarah perpustakaan ditandai dengan dikenalnya tulisan, maka sejarah perpustakaan di Indonesia dapat dimulai pada tahun 400-an yaitu saat lingga batu dengan tulisan Pallawa ditemukan dari periode Kerajaan Kutai. Musafir Fa-Hsien dari tahun 414M menyatakan bahwa di kerajaan Ye-po-ti, yang sebenarnya kerajaan Tarumanegara banyak dijumpai kaum Brahmana yang tentunya memerlukan buku atau manuskrip keagamaan yang mungkin disimpan di kediaman pendeta.

Pada sekitar tahun 695 M,, di Ibukota Kerajaan Sriwijaya hidup lebih dari 1000 orang biksu dengan tugas keagamaan dan mempelajari agama Budha melalui berbagai buku yang tentu saja disimpan di berbagai biasa.Di pulau Jawa, sejarah perpustakaan tersebut dimulai pada masa Kerajaan Mataram. Hal ini karena di kerajaan ini mulai dikenal pujangga keraton yang menulis berbagai karya sastra. Karya-karya tersebut seperti Sang Hyang Kamahayanikan yang memuat uraian tentang agama Budha Mahayana. Menyusul kemudian sembilan parwasari cerita Mahabharata dan satu kanda dari epos Ramayana. Juga muncul dua kitab keagamaan yaitu Brahmandapurana dan Agastyaparwa. Kitab lain yang terkenal adalah Arjuna Wiwaha yang digubah oleh Mpu Kanwa. Dari uraian tersebut nyatabahwa sudah ada naskah yang ditulis tangan dalam media daun lontar yang diperuntukkan bagi pembaca kalangan sangat khusus yaitu kerajaan. Jaman Kerajaan Kediri dikenal beberapa pujangga dengan karya sastranya. Mereka itu adalah Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang bersama-sama menggubah kitab Bharatayudha. Selain itu Mpu panuluh juga menggubah kitab Hariwangsa dan kitab Gatotkacasrayya. Selain itu ada Mpu Monaguna dengan kitab Sumanasantaka dan Mpu Triguna dengan kitam resnayana. Semua kitab itu ditulis diatas daun lontar dengan jumlah yang sangat terbatas dan tetap berada dalam lingkungan keraton.

Periode berikutnya adalah Kerajaan Singosari. Pada periode ini tidak dihasilkan naskah terkenal. Kitab Pararaton yang terkenal itu diduga ditulis setelah keruntuhan kerajaan Singosari. Pada jaman Majapahit dihasilkan dihasilkan buku Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca. Sedangkan Mpu Tantular menulis buku Sutasoma.

Pada Kegiatan penulisan dan penyimpanan naskah masih terus dilanjutkan oleh para raja dan sultan yang tersebar di Nusantara. Misalnya, jaman kerajaan Demak, Banten, Mataram, Surakarta Pakualaman, Mangkunegoro, Cirebon, Demak, Banten, Melayu, Jambi, Mempawah, Makassar, Maluku, dan Sumbawa. Dari Cerebon diketahui dihasilkan puluhan buku yang ditulis sekitar abad ke-16 dan ke-17. . Perpustakaan mulai didirikan mula-mula ntuk tujuan menunjang program penyebaran agama mereka. Berdasarkan sumber sekunder perpustakaan paling awal berdiri pada masa ini adalah pada masa VOC (Vereenigde OostJurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor 160 Indische Compaqnie) yaitu perpustakaan gereja di Batavia (kini Jakarta) yang dibangun sejak 1624. pada abad ke-17 Indonesia sudah mengenal perluasan jasa perpustakaan (kini layanan seperti ini disebut dengan pinjam antar perpustakaan atau interlibrary loan).

Lebih dari seratus tahun kemudian berdiri perpustakaan khusus di Batavia. Pada tanggal 25 April 1778 berdiri Bataviaasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW) di Batavia. Bersamaan dengan berdirinya lembaga tersebut berdiri pula perpustakaan lembaga BGKW. Pendirian perpustakaan lembaga BGKW tersebut diprakarsai oleh Mr. J.C.M. Rademaker, ketua Raad van Indie (Dewan Hindia Belanda). Ia memprakarsai pengumpulan buku dan manuskrip untuk koleksi perpustakaannya. Perpustakaan ini kemudian mengeluarkan katalog buku yang pertama di Indonesia.

Pada tahun 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia dan namanyapun diubah menjadi Museum Pusat. Koleksi perpustakaannya menjadi bagian dari Museum Pusat dan dikenal dengan Perpustakaan Museum Pusat. Nama Museum Pusat ini kemudian berubah lagi menjadi Museum Nasional, sedangkan perpustakaannya dikenal dengan Perpustakaan Museum Nasional. Pada tahun 1980 Perpustakaan Museum Nasional dilebur ke Pusat Pembinaan Perpustakaan. Perubahan terjadi lagi pada tahun 1989 ketika Pusat Pembinaan Perpustakaan dilebur sebagai bagian dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Perkembangan Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia dimulai pada awal tahun 1920an. Mengikuti berdirinya sekolah tinggi, misalnya seperti Geneeskunde Hoogeschool di Batavia (1927) dan kemudian juga di Surabaya dengan STOVIA; Technische Hoogescholl di Bandung (1920), Fakultait van Landbouwwentenschap (er Wijsgebeerte Bitenzorg, 1941), Rechtshoogeschool di Batavia (1924), dan Fakulteit van Letterkunde di Batavia (1940). Setiap sekolah tinggi atau fakultas itu mempunyai perpustakaan yang terpisah satu sama lain.

Di samping perpustakaan yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda, sebenarnya tercatat juga perpustakaan yang didirikan oleh orang Indonesia. Pihak Keraton Mangkunegoro mendirikan perpustakaan keraton sedangkan keraton Yogyakarta mendirikan Radyo Pustoko. Sebagian besar koleksinya adalah naskah kuno. Koleksi perpustakaan ini tidak dipinjamkan, namun boleh dibaca di tempat. Pada masa penjajahan Jepang hampir tidak ada perkembangan perpustakaan yang berarti. Jepang hanya mengamankan beberapa gedung penting, di antaranya Bataviaasch Genootschap van Kunten Weetenschappen. Selama pendudukan Jepang openbareleeszalen ditutup. Volkbibliotheek dijarah oleh rakyat dan lenyap dari permukaan bumi. Karena pengamanan yang kuat pada gedung Bataviaasch Genootschap van Kunten Jurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor 162 Weetenschappen, maka koleksi perpustakaan ini dapat dipertahankan, dan merupakan cikal bakal dari Perpustakaan Nasional.

Perkembangan pasca kemerdekaan mungkin dapat dimulai dari tahun 1950an yang ditandai dengan berdirinya perpustakaan baru. Pada tanggal 25 Agustus 1950 berdiriperpustakaan Yayasan Bung Hatta dengan koleksi yang menitikberatkan kepada pengelolaan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Indonesia. Tanggal 7 Juni 1952 perpustakaan Stichting voor culturele Samenwerking, suatu badan kerjasama kebudayaan antara pemerintah RI dengan pemerintah Negeri Belanda, diserahkan kepada pemerintah RI. Kemudian oleh Pemerintah RI diubah menjadi Perpustakaan Sejarah Politik dan Sosial Departemen P & K.

Dalam rangka usaha melakukan pemberantasan buta huruf di seluruh pelosok tanah air, telah didirikan Perpustakaan Rakyat yang bertugas membantu usaha Jawatan Pendidikan Masyarakat melakukan usaha pemberantasan buta huruf tersebut. Pada periode ini juga lahir Perpustakaan Negara yang berfungsi sebagaiperpustakaan umum dan didirikan di ibukota provinsi. Perpustakaan Negara yang pertama didirikan di Yogyakarta pada tahun 1949, kemudian disusul Ambon (1952); Bandung (1953); Ujung Pandang (Makassar) (1954); Padang (1956); Palembang (1957); Jakarta (1958); Palangkaraya, Singaraja, Mataram, Medan, Pekanbaru dan Surabaya (1959). Setelah itu menyusul kemudian Perpustakaan Nagara di Banjarmasin (1960); Manado (1961); Kupang dan Samarinda (1964). Perpustakaan Negara ini dikembangkan secara lintas instansional oleh tiga instansi, yaitu Biro Perpustakaan Departemen P & K yang membina secara teknis, Perwakilan Departemen P & K yang membina secara administratif, dan pemerintah daerah tingkat provinsi yang memberikan fasilitas.

SEJARAH PERPUSTAKAAN ISLAM

Pada masa kejayaan Islam, perpustakaan merupakan sarana untuk belajar, hingga ummat Islam mampu membangun peradaban besar yang bertahan beberapa abad lamanya. Banyak informasi dan ilmu pengetahuan yang tidak terdokumentasikan dengan baik oleh umat Islam dilupakan begitu saja. Akibatnya tatanan umat Islam baik aspek ekonomi, politik, sosial, budaya dan aspek kehidupan yang lain mengalami stagnasi. Sehingga ahirnya umat Islam hanya menjadi umat pengikut dari bangsa maju, yang dalam hal ini adalah dunia barat. Padahal kita menyadari bahwa kemajuan dunia barat dicapai dengan melalui penguasaan ilmu pengetahuan yang di ambil dari pusat-pusat ilmu pengetahuan musli seperti perpustakan.

Dari paparan diatas menunjukan betapa pentingnya perpustakaan dalam pengembangan suatu bangsa. Dalam hal ini banyak ilmu pengetahuan , informasi dan dokumentasi yang di sediakan perpustakaan memiliki peran yang sangat besar dalam pemberdayaan umat. Banyak literatur yang mengungkapkan bahwa perpustakaan sebagai tempat aktivitas belajar, yang kegiatannya hampir sama dengan apa yang di lakukan di sekolah-sekolah. Fungsi dan peran perpustakaan ini banyak di adopsi oleh perpustakaan di negara maju seperti Inggris, Australia dan Kanada. Banyak perpustakaan di ubah menjadi learning center atau resources center. Hal ini mengidentifikasikan bahwa perpustakaan yang di perankan pada masa kejaaan Islam sangat penting dan representatif untuk pengembangan dan memajukan masyarakat.

Masa Perintisan Perpustakaan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.
Pada masa Nabi Muammad SAW dan para sahabatnya, perpustakaan dalam pengertian di atas tidak di temukan. Tapi cikal bakal atau rintisan perpustakaan sudah ada, yaitu sebagai berikut:
1.      Wahyu Allah yang pertama kepada Nabi Muhammad SAW ialah perintah kepada umat Islam untuk membaca (Iqra’).
2.      Rasulullah SAW mengangkat para sahabatnya, antara lain; Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, dan Khalid bin Walid sebagai penulis Al Qur’an.
3.      Perintah Rasulullah SAW kepada tawanan perang Badar untuk mengajari anak-anak Muslim membaca dan menulis.
4.      Pada masa Rasulullah SAW muncul keinginan menulis Al Qur’an dalam bentuk mushaf pribadi seperti Mushaf Ubay bin Ka’ab, Mushaf Ibnu Mas’ud, Mushaf Ibn Abbas dan pada ahirnya melahirkan Mushaf Utsmani yang di salin menjadi 4 Mushaf. Tetapi riwayat lain menebutkan lima salinan di sebarkan ke kota Madinah, Makkah, Kuffah, Basrah dan Damaskus. Dan Mushaf-mushaf tersebut di jadikan referensi oleh Umat Islam. Peristiwa diatas mendorong umat Islam gemar menulis dan membaca dan menulis dan semua itu merpakan semangat di dalam perpustakaan

Masa Pembentukan dan Pembinaan Perpustakaan

Ada beberapa hal yang melatar belakangi pembentukan dan pembinaan perpustakaan perpustakaan, di samping peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa perintisan, antara lain sebagai berikut.
1.      Setelah Al Qur’an di kodifikasi dalam bentuk mushaf timbul keinginan masyarakat muslim, terutama yang hidup jauh dari masa Rasulullah SAW untuk memahami Al Qur’an dan ajaran-ajaran Islam sesuai dengan yang di pahami dan dilaksanakan oleh Rasulullah SAW. Muncul keinginan dari sebagian ulama untuk membukukan sabda-sabda Rasulullah SAW, sekalipun pada awalnya mendapatkan tentangan karena berpegang kepada Hadits yang melarang penulisan bersumber dari Rasul selain Al Qur’an. Namun pada masa Umar bin Abdul Aziz (wafat 675 M) beliau dengan otoritasnya memerintah Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri al-Madani (wafat 695 M) untuk menghimpun hadits dan menulisnya dalam sebuah buku. Dia beralasan bahwa Rasulullah melarang menulis hadits karena di khawatirkan akan tercampur dengan Al Qur’an. Padahal pada waktu ia memerintahkan menulis hadits tidak ada kehawatiran tercampur dengan Al Qur’an, karena Al Qur’an sudh di kodifikasikan dalam bentuk mushaf. Kemudian hadits-hadits tersebut ditulis dan disebarluaskan ke penjuru negeri untuk di jadikan referensi.
2.    Kepeloporan Ibn Syihab az-Zuhri di ikuti oleh ulama-ulma lainnya. Pada masa itu hadits menjadi primadona. Banyak ahli hadits yang rela melakukan perjalanan jauh dan melelahkan hanya demi mendapatkan sebuah hadits dan kemudian dihimpun dalam koleksi mereka masing-masing.ahirnya dikenal dengan koleksi Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan at-Trmudzi, dan koleksi-koleksi linnya. Setiap koleksi bisa terdiri dari tiga jilid atau lebih bahkan sampai belasan jilid, sehingga menambah bahan rujukan Islam.
3.      Gerakan penerjemahan yang di pelopori oleh Khalifa al-Mansur dari Daulah Abbasiyah telah membantu dalam penambahan jumlah koleksi pustaka pd waktu itu. Dia memperkejakan orang-orang Persia yang baru masuk Islam untuk menterjemahkan karya-karya berbahasa Persia dalam bidang astrolgi, ketatanegaraan dan politik, moral, seperti Kalila wa Dimma dan Sindhid di terjemahkankedalam bahasan Arab. Selain itu di terjemahkan dari bahasa Yunani seperti Logika karya Aristoteles, lmagest karya Ptolemy, Arithmetic karya Nicomashus, Geometri kary Euclid. Gerakan penterjemahan dilanjutkan khalifah berikutnya, yaitu al-Al Makmun. Ia membayar mahal hasil penterjemahan.

Bahan pustaka yang cukup banyak tadi berupa mushaf Al Qur’an maun hadits dan karya-karya terjemahan mendorong penguasa pada waktu itu ntuk mendirikan perpustakaan. Perpustakaan yang resmi berdiri pertama kali ntuk publik adalah Baitul Hikmah. Perpustakaan itu bukan saja berfungsi sebagai tempat penyumpanan buku, tetapi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Pada masa Harun al-Rasyid intitusi perpustkaan bernama Khizanah al Hikmah berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian.
Sejak tahun 815M, al-Makmun mengembangkan Lembga itu dengan mengubah namanya menjadi Bait al-Hikmah. Pada masa itu Bait al-Hikmh di gunakan secara lebih maju, yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang di dapat dari Persia, Bizantium, Etiopia, dan India. Direktur perpustakaanya adalah seorang nasionalis persia dan ahli Pahlevi, yaitu Sahl ibn Harun. Pada masa al-Makmun, Bait al-Hikmah ditingkatkan lagi fungsinya menjadi pusat kegiatan studi, riset astronomi dan matematika.
Untuk mengetahui perpustakaan pada waktu itu kita tinjau sekilas berdasarkan jenisnya, yaitu sebagai berikut;
Perpustakaan Umum
Perpustakaan jenis ini biasanya didirikan di masjid–masjid agar orang–orang yang belajar di masjid dan pengunjung dapat membaca buku–buku yang mereka perlukan. Kadang – kadang perpustakaan didirikan di masjid dengan maksud agar lembaga pendidikan dapat menampung pelajar–pelajar yang dating untuk mencari ilmu pengetahuan.
Perpustakaan umum sangat banyak jumlahnya, barang kali untuk menemukan suatu masjid atau sekolah–sekolah yang tidak memiliki perpustakaan dengan koleksinya yang siap di tela’ah dan muraja’ah bagi pelajar dan peneliti yang sedang mengadakan penelitian. Yang termasuk perpustakaan umum adalah sebagai berikut:
a. Baitul Hikmah
b. Al-Haidariyah di An-Najaf
c. Ibnu Sawwar di Basrah
d. Sabur
e. Darul Hikamah di Kairo
f. Perpustakaan-perpustakaan sekolah
Perpustakaan Semi Umum
Perpustakaan semi umum didirikan oleh para khalifah dan raja–raja untuk mendekatn diri kepada ilmu pengetahuan. Adupan perpustakaan semi umum antara lain:
a. Perpustakaan An-Nashir Li Dinillah
b. Perpustakaan Al-Muzta’sim Billah
c. Perpustakaan Khalifah–Khalifah Fathimiyah
Perpustakaan Pribadi
Perpustakaan ini didirikan oleh ulama–ulama dan para sastrawan, khusus untuk kepentingan mereka sendiri. Perpustakaan ini sangat banyak karena hampir semua ulama dan sastrawan memiliki perpustakaan untuk menjadi sumber dan referensi bagi pembahsan dan penelitian mereka. Perpustakaan jenis ini antara lain:
a. Perpustakaan Al-Fathu Ibnu Haqam
b. Perpustakaan hunain Ibnu Ishaq
c. Perpustakaan Ibnul Harsyab
d. Perpustakaan Al Muwaffaq Ibnul Mathran
e. Perpustakaan Al-Mubasysir Ibnu Fatik
f. Perpustakaan Jamaluddin Al Qifthi
Peranan Perpustakaan pada Peradaban Islam
Perpustakaan pada awal kejayaan Islam menunukkan perannya dalam mennjang pendidikan umat. Perpustakaan yang di kelola oleh orang-orang Islam tidak hanya memperhtikan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan keagamaan, seperti msalah ibadah dan teologi, tapi juga mengelola disiplin ilmu yang lain seperti kedokteran, sosial, politik dan sebagainya. Berbagai peran perpustakaan pada masa peradaban Islam yaitu;
 Pusat Belajar (Learning Center)

Setelah masa Khulafaur-Rasyidin, peradaban Islam berkembang dengan pesat. Perkembngan itu antara lain adalah proses pendidikan tertama pada masa Umaiyah dan Abbasiyah. Pada masa ini gairah dan apresiasi umat pada perpustakaan sangat tinggi. Mereka membangun perpustakaan, baik umum, khusus maupun perpustakaan pribadi. Sehingga tidak heran banyak masjid dan sekolah memiliki perpustakaan. Mereka menganggap bahwa perpustakaan sama pentingnya dalam membangun ilmu pengetahuan. Bahkan fungsi perpustakaan kadang-kadang tidak dapat di bedakan dengan fungsi lembaga pendidikan karena sama-sma memberikan smbangan dalam pengajaran kepada umat.

Pusat Penelitian
Sesungguhnya peran penelitian yang dilakukan oleh perpustakaan pada masa awal Islam sangat signifikan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai peristiwa, misalnya utusan khalifah-khalifah atau raja-raja untuk membahas suatu bidang ilmu tertentu di perpustakaan-perpustakaan yang terkenal memiliki koleksi yang cukup besar dan lengkap seperti Baitul Hikmah dan Darul Hikmah. Disamping itu, para peneliti dan cendekiawan yang mencoba mengembangkan suatu ilmu yang berkaitan dengan keahliannya. Banyak di antara mereka yang melakukan perjalanan dari suatu perpustakaan ke perpustakaan lain untuk merumuskan dan melakukan penemuan-penemuan baru. Tentu saja aktivitas semacam ini tidak pernah terhenti sampai sekarang dan begitu pula pada masa datang selama perpustakaan menjalankan fungsinya sebagai sumber informasi.

Pusat Penerjemahan
Suatu hal yang amat menarik adalah di mana perpustakaan pada masa itu menjadi jembatan dari kebudayaan. Misalnya, kebudayaan dan ilmu pengetahuan Yunani Kuno diterjemahkan ke dalam bahasa Arab untuk dipelajari oleh masyarakat. Dalam konteks ini perpustakaan menjadi sponsor atas semua kegiatan tersebut. Aktivitas semacam ini telah mendapatkan respon positif sehingga para penerjemah memperoleh status yang baik dalam masyarakat. Situasi ini mulai pada saat didirikannya perpustakaan yang pertama dalam dunia Islam. Menurut Kurd Ali, orang yang pertama kali menekuni bidang ini ialah Chalid Ibnu Jazid (meninggal tahun 656 M). Di lain sumber dikatakan bahwa Ibnu Jazid telah mencurahkan perhatiannya terhadap buku lama, terutama dalam ilmu kimia, kedokteran dan ilmu bintang.

Pusat Penyalinan
Salah satu hal yang dapat dibanggakan oleh kaum Muslimin yaitu sejak dari abad pertengahan telah dirasakan pentingnya bagian percetakan dan penerbitan dalam suatu perpustakaan. Oleh karena itu alat-alat percetakan sebagaimana yang kita lihat di abad modern ini belum ada di masa itu, maka untuk mengatasi hal ini mereka adakan seleksi penyalinan pada tiap-tiap perpustakaan. Penyalinan buku itu diselenggarakan oleh penyalin-penyalin yang terkenal kerapihan kerja dan tulisannya.

Masa Kemunduran dan Kehancuran Perpustakaan
Kemunduran dan kehancuran perpustakaan di era peradaban Islam mengikuti kejatuhan wilayah-wilayah muslim setelah pertarungan fisik melawan musuh-musuhnya. Misalnya perpustakaan di Tripoli di hancurkan oleh tentara perang Salib atas komando seorang rahib yang tak senang saat melihat banyak Al Qur’an di perpustakaan tersebut. Di samping itu perpustakaan terkenal lainya, seperti milik Sultan Nuh Ibn Mansur yang dibakar setelah filosuf besarnya menyelesaikan penelitiannya di tempat itu. Kenyataan itu menimbulkan tuduhan bahwa cendikiawan sendiri yang membakar perpustakaan setelah menguasai isi keilmuan yang terkandung dalam perpustakaan tersebut. Peristiwa lainya terjadi pada tahun 1258M ketika sekelompok bangsa Mongol dan Tartar menjarah kota Baghdad dan membakar perpustakaanya.

Demikianlah umat Islam berkembang dengan pesat pada awalnya seiring dengan perkembangan perpustakaan dan mundurnya umat Islam bersamaan dengan mundurnya perpustakaan. Dengan demikian cara untuk memajukan peradaban umat Islam adalah salah satunya dengan memajukan perpustakaan yaitu dengan membina perpustakaan dan meningkatkan kesadaran umat Islam akan pentingnya ilmu pengetahuan yang terkandung di dalamnya.

Selasa, 20 Maret 2018

11 Ayat-ayat Al-Qur’an tentang Literasi



Tahukah kamu apa itu literasi dan ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas tentang literasi?
Berikut penjelasannya.
Literasi  berasal dari bahasa Inggris literacy yang berasal dari bahasa Latin littera (huruf) yang pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konveksi-konveksi yang menyertainya.
Menurut Zulzby (1986), literasi adalah kemampuan berbahasa seseorang (menyimak, berbicara dan menulis) untuk berkomunikasi dengan cara yang berbeda sesuai dengan tujuannya.
Jika didefinisikan secara singkat, pengertian literasi  adalah kemampuan membaca dan menulis.

Ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas tentang literasi.

1.      QS.  Al-Isra’:14

اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَىٰ بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبً           
    
Artinya: “Bacalah kitab (suratan amalmu), cukuplah engkau sendiri pada hari ini menjadi penghitungan terhadap dirimu (tentang segala yang akan engkau lakukan).”
Pada ayat ini berbicara tentang saat umat manusia telah meninggal dunia, lalu mereka mereka dibangkitkan lagi dari alam kubut, maka setiap hamba akan dipanggil untuk mempertanggungjawabkan amal perbuatannya. Amal perbuatan manusia masing-masing telah tercatat dalam suatu data yang sangat akurat, lengkap dan teliti, yang juga di sebut dengan kitab atau buku. Setelah mereka menerima kitab tersebut mereka diminta untuk membacanya. Maka begitulah betapa Allah AWT. menyebut yang pertama kali di dalam ayat-Nya adalah membaca, sebagai kunci dari segala ilmu dan amal dasar.

2.      QS. Al-‘Alaq: 1-5

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

Artinya: “Bacalah dengan mnyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang maha mulia. Yang telah mengajarkan manusia dengan perantara membaca dan menulis”.
Ajaran islam yang mulia sangat memperhatikan  dalam masalah membaca. QS. Al-‘Alaq inilah yang merupakan ayat pertama kali turun yang menunjukan akan hal tersebut.
Kalimat “baca” dalam ayat ini di ulang sampai tiga kali dan satu kali kalimat menulis.

3.      QS. Al-Baqarah: 44

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Artinya: “mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu lupa diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?
Allah telah memberikan manusia anugrah terbesar berupa akal, yang mana akal tersebut harus di pergunakan dengan sebaik-baiknya dengan cara memanfaatkannya dengan mencari ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya, salah satu caranya dengan membaca. Membaca adalah kunci utama untuk memperoleh sebuah pengetahuan dan Allah meminta untuk memikirkan akan isi dari sebuah kitab bacaannya tersebut. 

4.      QS. Al-Baqarah: 121

الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَٰئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

Artinya: ”orang-orang yang telah kami berikan kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.
Surah ini mengajak manusia untuk membaca dengan bacaan yang sebenar-benarnya sesuai dengan apa yang telah di terangkan. Sehingga tidak ada simpang siur antar informasi. Jelas, kata membaca disini sangat ditekankan agar tidak menjadi orang yang merugi.

5.      QS. Al-Baqarah: 129

رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Artinya: “Ya Tuhan kami, utuslah mereka seorang Rasul dan kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al-Qur’an) dan Al Hikmah(As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
Ajaran Allah SWT. kepada makhluknya yang pertama kali yaitu perintah untuk membaca, bahkan mengutus seorang Rasul yang mengajarkan agama Allah kalamullah dengan membaca.

 6.      QS. Al-Baqarah: 151

كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ

Artinya: “Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
Rasulullah senantiasa mengajarkan kepada umatnya dengan lantaran membaca kalamullah sebelum mengajarkan kepada umatnya. Peran membaca disini untuk mengetahui apa-apa yang tidak diketahui.

7.      QS. Al-Imran: 58

ذَٰلِكَ نَتْلُوهُ عَلَيْكَ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ

Artinya: “Demikianlah (kisah Isa), kami membacakannya kepada kamu sebagian dari bukti-bukti (kerasulannya) dan (membacakan) Al-Quran yang penuh hikmah.
Semua yang ada dalam Al-Quran, setiap kandungannya selalu di pelajari dengan cara membaca dan setiap ayat yang dibaca memiliki pengetahuan yang berguna untuk kehidupan baik didunia maupun diakhirat.

8.      QS. Al-Imran: 78

وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُونَ أَلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتَابِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ الْكِتَابِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

Artinya: “Sesungguhnya diantara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang membacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al-Kitab dan mereka mengatakan: “Ia (yang membaca itu datang) dari sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap  Allah sedang mereka mengetahui.
Dalam ayat ini dijelaskan perihal membaca, yang mana ada golongan orang-orang yang senantiasa membaca namun mereka mendusta. Dalam hal ini kita harus tau dengan pasti terhadap apa yang orang lain katakan apakah dusta atau tidak. Maka perlu dipastikan sendiri kebenaran itu dengan membaca.

9.      QS. Al-Imran: 164

لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

Artinya: “Sesungguhnya Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al  Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-bener dalam kesesatan yang nyata.
Rasullullah mengajarkan kepada umatnya dengan cara membaca. Bahkan Allah lah yang memrintahkan rasulullah untuk senantiasa membaca agar mengetahui apa yang belum diketahui untuk menunjukan jalan yang terang, sehingga akan keluar dari jalan menuju kesesatan.

10.  QS. Al-Anfaal: 31

وَإِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا قَالُوا قَدْ سَمِعْنَا لَوْ نَشَاءُ لَقُلْنَا مِثْلَ هَٰذَا ۙ إِنْ هَٰذَا إِلَّا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ

Artinya: “Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat yang seperti ini), kalau Kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini, (Al-Quran) ini tidak lain hanyalah dongeng-dongeng orang-orang purbakala”.
Ayat-ayat dalam Al-Quran senantiasa mengutamakan membaca dalam setiap hal yang ingin dipelajari. Kata membaca disini menunjukan bahwa ilmu akan diperoleh dari membaca akan mudah tersampaikan.

11.  QS Al Mujadalah: 11

يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُ
Artinya :
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q.s. al-Mujadalah : 11)
Setelah ayat-ayat diatas membahas tentang membaca dan menulis, diayat terakhir ini mengatakan bahwa Allah akan meninggukan derajat orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan. Tentu kamu tahu ilmu pengetahuan didalam dari sebuah pengalaman baik dirinya sendiri maupun orang lain. Dan pengalaman itu tidak hanya cuma-cuma di dapatkan tanpa usaha dan usaha yang paling simple untuk mendapatkan ilmu itu sendiri yaitu dengna membaca.