Hello guys….
Di postingan kali ini, dewi mau bagi info
nihhh…, berkaitan dengan program studi Dewi tentunya. Sebelumnya, Dewi mau
nanya nih, kalau kalian belajar, cari buku, informasi sekaligus rekreasi
dimana????. Ya! Setuju, Pasti jawabnya PERPUSTAKAAN. Tapi taukah kamu bagaimana
perpustakaan itu bisa ada?. Perpustakaan terbentuk bukan serta merta langsung
menjadi sebuah pengelola informasi, melainkan melalui masa-masa yang sangat
panjang hingga terbentuk seperti sekarang. Mau tau ceritanya? Berikut
penjelasannya.
SEJARAH PERPUSTAKAAN TINGKAT DUNIA
Bibliotheca Alexandrina Egypt (Perpustakaan
Iskandariah Mesir) merupakan perpustakaan pertama dan terbesar di dunia.
Perpustakaan ini bahkan bertahan selama berabadabad dan memiliki koleksi 700.000
gulungan papyrus, bahkan jika di bandingkan dengan Perpustakaan Sorbonne di
abad ke-14 ‘hanya’ memiliki koleksi 1700 buku.
Perpustakaan ini di dirikan oleh Ptolemi I sang
penerus Alexander(Iskandariah) pada tahun 323 SM, dan terus berlanjut sampai
kekuasaan Ptolemi III. Pada waktu itu para penguasa Mesir begitu besemangat
memajukan Perpustakaan dan Ilmu Pengetahuan mereka, bahkan dalam Manuskrip Roma
mengatakan bahwa sang Raja mesir membelanjakan harta kerajaan untuk membeli
buku dari seluruh pelosok negeri hingga terkumpul 442.800 buku dan 90.000
lainnya berbentuk ringkasan tak berjilid. Ia juga memerintahkan prajurit untuk
menggeledah setiap kapal yang masuk guna memperoleh naskah. Jika ada naskah
yang ditemukan, mereka menyimpan yang asli dan mengembalikan salinannya.
Menurut beberapa sumber, ketika Athena meminjamkan naskah-naskah drama klasik
Yunani asli yang tak ternilai kepada Ptolemeus III, ia berjanji membayar uang
jaminan dan menyalinnya. Tetapi sang raja malah menyimpan yang asli, tidak
mengambil kembali uang jaminan itu, dan memulangkan salinannya.
Namun cerita keemasan ini hanya menjadi
sejarah. Ialah ketuka penaklukan bangsa Romawi yang dipimpin oleh Julius Caesar
pada tahun 48 SM. Bangsa Romawi membakar 400.000 buku musnah menjadi abu using yang
tak berguna. Dunia ilmu saat itu sangat berduka karena telah kehilangan salah
satu sumber ilmu pengetahuan terbaik saat itu. Namun akhirnya sang Kaisar,
Julius Caesar meminta -maaf, dan sebagai gantinya ia mengirim Marx Antonio
untuk menghadiahkan 200.000 buku dari Roma kepada Ratu mesir saat itu,
Cleopatra, dan dari inilah kisah mereka berlanjut.
Namun perpustakaan megah yang ada di mesir
tersebut tak pernah kembali seperti masa-masa keemasanya. Sejak pembakaran
tersebut, Perpustakaan Iskadariah solah tak terurus. Bahkan hampir menjadi
artefak-artefak kuno saja. Akan tetapi, UNESCO memprakarsai untuk bekerja sama
dengan pemerintah Mesir,membangun kembali perpustakaan dengan sejarah terbesar
dalam sejarah tersebut. Dan pembangunan ini di mulai sejak tahun 1990-an.
Pembangunan ini menghabiskan dana tak kurang dari US$ 220 juta. US 120 juta di
tanggung pemerintah Mesir dan sisanya di tanggung dari bantuan Internasional
dari Negara-negara lain. Akhirnya setelah terbengkalai hampir selama 20 Abad,
Perpustakaan Iskandriah (Bibliotheca Alexandrina) berdiri megah dan unik.
Bangunan utama berbentuk bulat beratap miring, terbenam dalam tanah. Di bagian
depan sejajar atap, dibuat kolam untuk menetralkan suhu pustaka, terdiri lima
lantai di dalam tanah, perpustakaan ini dapat memuat sekitar 8 juta buku.
Namun yang ada saat ini baru 250.000 buku dan
akan terus bertambah tiap tahun. Selain itu juga menyediakan berbagai
fasilitas, seperti 500 unit komputer berbahasa Arab dan Inggris untuk
memudahkan pengunjung mencari katalog buku, ruang baca berkapasitas 1.700
orang, conference room, ruang pustaka Braille Taha Husein khusus tuna netra,
pustaka anak-anak, museum manuskrip kuno, lima lembaga riset, dan kamar-kamar
riset yang bisa dipakai gratis. Dan yang juga menarik,adalah lantai tengah
perpustakaan tersebut terdapat Gallery Design dan bisa dilihat dari berbagai
sisi. Di lantai kayu yang cukup luas itu terpajang berbagai prototype mesin
cetak kuno dan berbagai lukisan dinding. Perpustakaan ini selalu dipenuhi
pengunjung, padahal di Alexandria tidak banyak universitas seperti di Kairo.
Ini menunjukkan tingginya minat baca masyarakat Mesir dan perpustakaan yang
dulu dihancurkan Julius Caesar itu kini menjadi salah satu objek wisata
sebagaimana Piramid Giza, Mumi, Karnax Temple, Kuburan para Firaun di Luxor
atau Museum Kairo yang menyimpan timbunan emas Tutankhamun.
Isi di perpustakaan tersebut mengandung:
1.
Sebuah Perpustakaan yang dapat menampung jutaan
buku.
2.
Sebuah Arsip Internet
3.
Enam khusus perpustakaan untuk
a)
Seni, multimedia dan bahan-bahan audio-visual,
b)
Tunanetra
c)
Anak-anak
d)
Kaum muda
e)
Microforms, dan
f)
Buku langka dan koleksi khusus
4.
Empat Museum untuk
a)
Antiquities
b)
Naskah
c)
Sadat dan
d)
Sejarah Sains
5.
Planetarium A
6.
Sebuah Exploratorium untuk eksposur anak
terhadap ilmu (ALEXploratorium)
7.
Culturama: panorama budaya lebih dari sembilan
layar, yang pertama kalinya dipatenkan 9 proyektor sistem interaktif. Pemenang
banyak penghargaan, yang Culturama, dikembangkan oleh CULTNAT, memungkinkan
penyajian banyak lapisan data, dimana presenter dapat klik pada item dan pergi
ke tingkat baru detail. Ini adalah presentasi multi-media sangat informatif dan
menarik warisan di Mesir 5.000 tahun sejarah untuk zaman modern, dengan
highlights dan contoh-contoh dan Koptik Mesir Kuno / warisan Islam.
VISTA
(The Virtual Immersive Sains dan Teknologi Aplikasi sistem) adalah sebuah
lingkungan Virtual Reality interaktif, yang memungkinkan peneliti untuk
mengubah data set ke dalam dua-dimensi simulasi 3-D, dan ke langkah di
dalamnya. Sebuah alat praktis visualisasi selama penelitian, VISTA membantu
peneliti untuk mensimulasikan perilaku sistem alam atau manusia-rekayasa, bukan
hanya mengamati sistem atau membangun model fisik.
·
Delapan pusat penelitian akademik:
1.
Alexandria dan Pusat Penelitian Mediterania (Alex-Med),
2.
Arts Center,
3.
Kaligrafi Pusat,
5.
Pusat Studi Khusus dan Program (CSSP),
6.
Sekolah Internasional Studi Informasi (ISIS),
7.
Naskah Pusat,
8.
Pusat Dokumentasi Budaya dan Warisan Alam (CultNat, terletak di Kairo), dan
9.
Alexandria Pusat Studi Helenistik.
·
Lima belas pameran tetap meliputi
1.
Tayangan dari Aleksandria: Koleksi Awad,
2.
Dunia Shadi Abdel Salam,
3.
Arabic Kaligrafi,
4.
Sejarah Percetakan,
5.
Arab-Muslim Abad Pertengahan Instrumen Astronomi dan Sains (Penunggang Star),
dan
6.
Pameran Tetap Seleksi Seni Kontemporer Mesir:
7.
Para Artis Buku,
8.
Mohie El Din Hussein: A Journey Kreatif,
9.
Abdel Salam Idul Fitri,
1. The
Raaya El-Nimr dan Abdel-Ghani Abou El-Enein Koleksi Seni Rakyat Arab,
11. Seif
dan lemah Adham: Motion dan Seni,
12.
Dipilih Artworks dari Henin Adam,
13.
Dipilih Artworks Ahmed-Abdel Wahab,
14.
Artworks Terpilih Hamed Saeed,
15.
Dipilih Artworks dari Soliman Hassan, dan
16.
Sculpture.
·
Empat seni galeri untuk pameran temporer
·
Sebuah Pusat Konferensi untuk ribuan orang
·
Sebuah Forum Dialog yang memberikan kesempatan untuk pertemuan, dan diskusi
dengan para pemikir, penulis dan penulis untuk membahas berbagai isu penting
yang mempengaruhi masyarakat modern. Forum Reformasi Arab adalah hasil dari
Konferensi Reformasi Arab pertama diselenggarakan pada tahun 2004.
SEJARAH
PERPUSTAKAAN DI INDONESIA
Sejarah perpustakaan di Indonesia
tergolong masih muda jika dibandingkan dengan negara Eropa dan Arab. Jika kita
mengambil pendapat bahwa sejarah perpustakaan ditandai dengan dikenalnya
tulisan, maka sejarah perpustakaan di Indonesia dapat dimulai pada tahun 400-an
yaitu saat lingga batu dengan tulisan Pallawa ditemukan dari periode Kerajaan
Kutai. Musafir Fa-Hsien dari tahun 414M menyatakan bahwa di kerajaan Ye-po-ti,
yang sebenarnya kerajaan Tarumanegara banyak dijumpai kaum Brahmana yang
tentunya memerlukan buku atau manuskrip keagamaan yang mungkin disimpan di
kediaman pendeta.
Pada sekitar tahun 695 M,, di Ibukota Kerajaan Sriwijaya hidup lebih dari 1000 orang biksu dengan tugas keagamaan dan mempelajari agama Budha melalui berbagai buku yang tentu saja disimpan di berbagai biasa.Di pulau Jawa, sejarah perpustakaan tersebut dimulai pada masa Kerajaan Mataram. Hal ini karena di kerajaan ini mulai dikenal pujangga keraton yang menulis berbagai karya sastra. Karya-karya tersebut seperti Sang Hyang Kamahayanikan yang memuat uraian tentang agama Budha Mahayana. Menyusul kemudian sembilan parwasari cerita Mahabharata dan satu kanda dari epos Ramayana. Juga muncul dua kitab keagamaan yaitu Brahmandapurana dan Agastyaparwa. Kitab lain yang terkenal adalah Arjuna Wiwaha yang digubah oleh Mpu Kanwa. Dari uraian tersebut nyatabahwa sudah ada naskah yang ditulis tangan dalam media daun lontar yang diperuntukkan bagi pembaca kalangan sangat khusus yaitu kerajaan. Jaman Kerajaan Kediri dikenal beberapa pujangga dengan karya sastranya. Mereka itu adalah Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang bersama-sama menggubah kitab Bharatayudha. Selain itu Mpu panuluh juga menggubah kitab Hariwangsa dan kitab Gatotkacasrayya. Selain itu ada Mpu Monaguna dengan kitab Sumanasantaka dan Mpu Triguna dengan kitam resnayana. Semua kitab itu ditulis diatas daun lontar dengan jumlah yang sangat terbatas dan tetap berada dalam lingkungan keraton.
Pada sekitar tahun 695 M,, di Ibukota Kerajaan Sriwijaya hidup lebih dari 1000 orang biksu dengan tugas keagamaan dan mempelajari agama Budha melalui berbagai buku yang tentu saja disimpan di berbagai biasa.Di pulau Jawa, sejarah perpustakaan tersebut dimulai pada masa Kerajaan Mataram. Hal ini karena di kerajaan ini mulai dikenal pujangga keraton yang menulis berbagai karya sastra. Karya-karya tersebut seperti Sang Hyang Kamahayanikan yang memuat uraian tentang agama Budha Mahayana. Menyusul kemudian sembilan parwasari cerita Mahabharata dan satu kanda dari epos Ramayana. Juga muncul dua kitab keagamaan yaitu Brahmandapurana dan Agastyaparwa. Kitab lain yang terkenal adalah Arjuna Wiwaha yang digubah oleh Mpu Kanwa. Dari uraian tersebut nyatabahwa sudah ada naskah yang ditulis tangan dalam media daun lontar yang diperuntukkan bagi pembaca kalangan sangat khusus yaitu kerajaan. Jaman Kerajaan Kediri dikenal beberapa pujangga dengan karya sastranya. Mereka itu adalah Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang bersama-sama menggubah kitab Bharatayudha. Selain itu Mpu panuluh juga menggubah kitab Hariwangsa dan kitab Gatotkacasrayya. Selain itu ada Mpu Monaguna dengan kitab Sumanasantaka dan Mpu Triguna dengan kitam resnayana. Semua kitab itu ditulis diatas daun lontar dengan jumlah yang sangat terbatas dan tetap berada dalam lingkungan keraton.
Periode berikutnya adalah Kerajaan
Singosari. Pada periode ini tidak dihasilkan naskah terkenal. Kitab Pararaton
yang terkenal itu diduga ditulis setelah keruntuhan kerajaan Singosari. Pada
jaman Majapahit dihasilkan dihasilkan buku Negarakertagama yang ditulis oleh
Mpu Prapanca. Sedangkan Mpu Tantular menulis buku Sutasoma.
Pada Kegiatan penulisan dan
penyimpanan naskah masih terus dilanjutkan oleh para raja dan sultan yang
tersebar di Nusantara. Misalnya, jaman kerajaan Demak, Banten, Mataram,
Surakarta Pakualaman, Mangkunegoro, Cirebon, Demak, Banten, Melayu, Jambi,
Mempawah, Makassar, Maluku, dan Sumbawa. Dari Cerebon diketahui dihasilkan
puluhan buku yang ditulis sekitar abad ke-16 dan ke-17. . Perpustakaan mulai
didirikan mula-mula ntuk tujuan menunjang program penyebaran agama mereka.
Berdasarkan sumber sekunder perpustakaan paling awal berdiri pada masa ini
adalah pada masa VOC (Vereenigde OostJurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor
160 Indische Compaqnie) yaitu perpustakaan gereja di Batavia (kini Jakarta)
yang dibangun sejak 1624. pada abad ke-17 Indonesia sudah mengenal perluasan
jasa perpustakaan (kini layanan seperti ini disebut dengan pinjam antar perpustakaan
atau interlibrary loan).
Lebih dari seratus tahun kemudian
berdiri perpustakaan khusus di Batavia. Pada tanggal 25 April 1778 berdiri
Bataviaasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW) di Batavia.
Bersamaan dengan berdirinya lembaga tersebut berdiri pula perpustakaan lembaga BGKW.
Pendirian perpustakaan lembaga BGKW tersebut diprakarsai oleh Mr. J.C.M.
Rademaker, ketua Raad van Indie (Dewan Hindia Belanda). Ia memprakarsai
pengumpulan buku dan manuskrip untuk koleksi perpustakaannya. Perpustakaan ini
kemudian mengeluarkan katalog buku yang pertama di Indonesia.
Pada tahun 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia diserahkan kepada
Pemerintah Republik Indonesia dan namanyapun diubah menjadi Museum Pusat.
Koleksi perpustakaannya menjadi bagian dari Museum Pusat dan dikenal dengan
Perpustakaan Museum Pusat. Nama Museum Pusat ini kemudian berubah lagi menjadi
Museum Nasional, sedangkan perpustakaannya dikenal dengan Perpustakaan Museum
Nasional. Pada tahun 1980 Perpustakaan Museum Nasional dilebur ke Pusat
Pembinaan Perpustakaan. Perubahan terjadi lagi pada tahun 1989 ketika Pusat
Pembinaan Perpustakaan dilebur sebagai bagian dari Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia.
Perkembangan Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia dimulai
pada awal tahun 1920an. Mengikuti berdirinya sekolah tinggi, misalnya seperti
Geneeskunde Hoogeschool di Batavia (1927) dan kemudian juga di Surabaya dengan
STOVIA; Technische Hoogescholl di Bandung (1920), Fakultait van
Landbouwwentenschap (er Wijsgebeerte Bitenzorg, 1941), Rechtshoogeschool di
Batavia (1924), dan Fakulteit van Letterkunde di Batavia (1940). Setiap sekolah
tinggi atau fakultas itu mempunyai perpustakaan yang terpisah satu sama lain.
Di samping perpustakaan yang didirikan oleh Pemerintah Hindia
Belanda, sebenarnya tercatat juga perpustakaan yang didirikan oleh orang
Indonesia. Pihak Keraton Mangkunegoro mendirikan perpustakaan keraton sedangkan
keraton Yogyakarta mendirikan Radyo Pustoko. Sebagian besar koleksinya adalah
naskah kuno. Koleksi perpustakaan ini tidak dipinjamkan, namun boleh dibaca di
tempat. Pada masa penjajahan Jepang hampir tidak ada perkembangan perpustakaan
yang berarti. Jepang hanya mengamankan beberapa gedung penting, di antaranya
Bataviaasch Genootschap van Kunten Weetenschappen. Selama pendudukan Jepang
openbareleeszalen ditutup. Volkbibliotheek dijarah oleh rakyat dan lenyap dari
permukaan bumi. Karena pengamanan yang kuat pada gedung Bataviaasch Genootschap
van Kunten Jurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor 162 Weetenschappen, maka
koleksi perpustakaan ini dapat dipertahankan, dan merupakan cikal bakal dari
Perpustakaan Nasional.
Perkembangan pasca kemerdekaan mungkin dapat dimulai dari tahun
1950an yang ditandai dengan berdirinya perpustakaan baru. Pada tanggal 25
Agustus 1950 berdiriperpustakaan Yayasan Bung Hatta dengan koleksi yang
menitikberatkan kepada pengelolaan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Indonesia.
Tanggal 7 Juni 1952 perpustakaan Stichting voor culturele Samenwerking, suatu
badan kerjasama kebudayaan antara pemerintah RI dengan pemerintah Negeri
Belanda, diserahkan kepada pemerintah RI. Kemudian oleh Pemerintah RI diubah
menjadi Perpustakaan Sejarah Politik dan Sosial Departemen P & K.
Dalam rangka usaha melakukan pemberantasan buta huruf di seluruh
pelosok tanah air, telah didirikan Perpustakaan Rakyat yang bertugas membantu
usaha Jawatan Pendidikan Masyarakat melakukan usaha pemberantasan buta huruf
tersebut. Pada periode ini juga lahir Perpustakaan Negara yang berfungsi
sebagaiperpustakaan umum dan didirikan di ibukota provinsi. Perpustakaan Negara
yang pertama didirikan di Yogyakarta pada tahun 1949, kemudian disusul Ambon
(1952); Bandung (1953); Ujung Pandang (Makassar) (1954); Padang (1956);
Palembang (1957); Jakarta (1958); Palangkaraya, Singaraja, Mataram, Medan,
Pekanbaru dan Surabaya (1959). Setelah itu menyusul kemudian Perpustakaan
Nagara di Banjarmasin (1960); Manado (1961); Kupang dan Samarinda (1964).
Perpustakaan Negara ini dikembangkan secara lintas instansional oleh tiga
instansi, yaitu Biro Perpustakaan Departemen P & K yang membina secara teknis,
Perwakilan Departemen P & K yang membina secara administratif, dan
pemerintah daerah tingkat provinsi yang memberikan fasilitas.
SEJARAH
PERPUSTAKAAN ISLAM
Pada masa kejayaan Islam,
perpustakaan merupakan sarana untuk belajar, hingga ummat Islam mampu membangun
peradaban besar yang bertahan beberapa abad lamanya. Banyak informasi dan ilmu
pengetahuan yang tidak terdokumentasikan dengan baik oleh umat Islam dilupakan
begitu saja. Akibatnya tatanan umat Islam baik aspek ekonomi, politik, sosial,
budaya dan aspek kehidupan yang lain mengalami stagnasi. Sehingga ahirnya umat
Islam hanya menjadi umat pengikut dari bangsa maju, yang dalam hal ini adalah
dunia barat. Padahal kita menyadari bahwa kemajuan dunia barat dicapai dengan
melalui penguasaan ilmu pengetahuan yang di ambil dari pusat-pusat ilmu
pengetahuan musli seperti perpustakan.
Dari paparan diatas menunjukan betapa pentingnya perpustakaan dalam pengembangan suatu bangsa. Dalam hal ini banyak ilmu pengetahuan , informasi dan dokumentasi yang di sediakan perpustakaan memiliki peran yang sangat besar dalam pemberdayaan umat. Banyak literatur yang mengungkapkan bahwa perpustakaan sebagai tempat aktivitas belajar, yang kegiatannya hampir sama dengan apa yang di lakukan di sekolah-sekolah. Fungsi dan peran perpustakaan ini banyak di adopsi oleh perpustakaan di negara maju seperti Inggris, Australia dan Kanada. Banyak perpustakaan di ubah menjadi learning center atau resources center. Hal ini mengidentifikasikan bahwa perpustakaan yang di perankan pada masa kejaaan Islam sangat penting dan representatif untuk pengembangan dan memajukan masyarakat.
Masa Perintisan Perpustakaan
Dari paparan diatas menunjukan betapa pentingnya perpustakaan dalam pengembangan suatu bangsa. Dalam hal ini banyak ilmu pengetahuan , informasi dan dokumentasi yang di sediakan perpustakaan memiliki peran yang sangat besar dalam pemberdayaan umat. Banyak literatur yang mengungkapkan bahwa perpustakaan sebagai tempat aktivitas belajar, yang kegiatannya hampir sama dengan apa yang di lakukan di sekolah-sekolah. Fungsi dan peran perpustakaan ini banyak di adopsi oleh perpustakaan di negara maju seperti Inggris, Australia dan Kanada. Banyak perpustakaan di ubah menjadi learning center atau resources center. Hal ini mengidentifikasikan bahwa perpustakaan yang di perankan pada masa kejaaan Islam sangat penting dan representatif untuk pengembangan dan memajukan masyarakat.
Masa Perintisan Perpustakaan
Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi
karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam secara profesional dengan sistem
yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi,
dan rekreasi para pemustaka.
Pada masa Nabi Muammad SAW dan para
sahabatnya, perpustakaan dalam pengertian di atas tidak di temukan. Tapi cikal
bakal atau rintisan perpustakaan sudah ada, yaitu sebagai berikut:
1.
Wahyu
Allah yang pertama kepada Nabi Muhammad SAW ialah perintah kepada umat Islam
untuk membaca (Iqra’).
2.
Rasulullah
SAW mengangkat para sahabatnya, antara lain; Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab,
dan Khalid bin Walid sebagai penulis Al Qur’an.
3.
Perintah
Rasulullah SAW kepada tawanan perang Badar untuk mengajari anak-anak Muslim
membaca dan menulis.
4.
Pada
masa Rasulullah SAW muncul keinginan menulis Al Qur’an dalam bentuk mushaf
pribadi seperti Mushaf Ubay bin Ka’ab, Mushaf Ibnu Mas’ud, Mushaf Ibn Abbas dan
pada ahirnya melahirkan Mushaf Utsmani yang di salin menjadi 4 Mushaf. Tetapi
riwayat lain menebutkan lima salinan di sebarkan ke kota Madinah, Makkah,
Kuffah, Basrah dan Damaskus. Dan Mushaf-mushaf tersebut di jadikan referensi
oleh Umat Islam. Peristiwa diatas mendorong umat Islam gemar menulis dan
membaca dan menulis dan semua itu merpakan semangat di dalam perpustakaan
Masa Pembentukan dan Pembinaan
Perpustakaan
Ada beberapa hal yang melatar
belakangi pembentukan dan pembinaan perpustakaan perpustakaan, di samping
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa perintisan, antara lain sebagai
berikut.
1.
Setelah
Al Qur’an di kodifikasi dalam bentuk mushaf timbul keinginan masyarakat muslim,
terutama yang hidup jauh dari masa Rasulullah SAW untuk memahami Al Qur’an dan
ajaran-ajaran Islam sesuai dengan yang di pahami dan dilaksanakan oleh
Rasulullah SAW. Muncul keinginan dari sebagian ulama untuk membukukan
sabda-sabda Rasulullah SAW, sekalipun pada awalnya mendapatkan tentangan karena
berpegang kepada Hadits yang melarang penulisan bersumber dari Rasul selain Al
Qur’an. Namun pada masa Umar bin Abdul Aziz (wafat 675 M) beliau dengan
otoritasnya memerintah Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri al-Madani (wafat
695 M) untuk menghimpun hadits dan menulisnya dalam sebuah buku. Dia beralasan
bahwa Rasulullah melarang menulis hadits karena di khawatirkan akan tercampur
dengan Al Qur’an. Padahal pada waktu ia memerintahkan menulis hadits tidak ada
kehawatiran tercampur dengan Al Qur’an, karena Al Qur’an sudh di kodifikasikan
dalam bentuk mushaf. Kemudian hadits-hadits tersebut ditulis dan disebarluaskan
ke penjuru negeri untuk di jadikan referensi.
2. Kepeloporan
Ibn Syihab az-Zuhri di ikuti oleh ulama-ulma lainnya. Pada masa itu hadits
menjadi primadona. Banyak ahli hadits yang rela melakukan perjalanan jauh dan
melelahkan hanya demi mendapatkan sebuah hadits dan kemudian dihimpun dalam
koleksi mereka masing-masing.ahirnya dikenal dengan koleksi Sahih Bukhari,
Sahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan at-Trmudzi, dan koleksi-koleksi linnya.
Setiap koleksi bisa terdiri dari tiga jilid atau lebih bahkan sampai belasan
jilid, sehingga menambah bahan rujukan Islam.
3.
Gerakan
penerjemahan yang di pelopori oleh Khalifa al-Mansur dari Daulah Abbasiyah
telah membantu dalam penambahan jumlah koleksi pustaka pd waktu itu. Dia
memperkejakan orang-orang Persia yang baru masuk Islam untuk menterjemahkan
karya-karya berbahasa Persia dalam bidang astrolgi, ketatanegaraan dan politik,
moral, seperti Kalila wa Dimma dan Sindhid di terjemahkankedalam bahasan Arab.
Selain itu di terjemahkan dari bahasa Yunani seperti Logika karya Aristoteles,
lmagest karya Ptolemy, Arithmetic karya Nicomashus, Geometri kary Euclid.
Gerakan penterjemahan dilanjutkan khalifah berikutnya, yaitu al-Al Makmun. Ia
membayar mahal hasil penterjemahan.
Bahan
pustaka yang cukup banyak tadi berupa mushaf Al Qur’an maun hadits dan
karya-karya terjemahan mendorong penguasa pada waktu itu ntuk mendirikan
perpustakaan. Perpustakaan yang resmi berdiri pertama kali ntuk publik adalah
Baitul Hikmah. Perpustakaan itu bukan saja berfungsi sebagai tempat penyumpanan
buku, tetapi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Pada masa Harun
al-Rasyid intitusi perpustkaan bernama Khizanah al Hikmah berfungsi sebagai
perpustakaan dan pusat penelitian.
Sejak tahun 815M, al-Makmun
mengembangkan Lembga itu dengan mengubah namanya menjadi Bait al-Hikmah. Pada
masa itu Bait al-Hikmh di gunakan secara lebih maju, yaitu sebagai tempat
penyimpanan buku-buku kuno yang di dapat dari Persia, Bizantium, Etiopia, dan
India. Direktur perpustakaanya adalah seorang nasionalis persia dan ahli Pahlevi,
yaitu Sahl ibn Harun. Pada masa al-Makmun, Bait al-Hikmah ditingkatkan lagi
fungsinya menjadi pusat kegiatan studi, riset astronomi dan matematika.
Untuk mengetahui perpustakaan pada
waktu itu kita tinjau sekilas berdasarkan jenisnya, yaitu sebagai berikut;
Perpustakaan Umum
Perpustakaan jenis ini biasanya
didirikan di masjid–masjid agar orang–orang yang belajar di masjid dan
pengunjung dapat membaca buku–buku yang mereka perlukan. Kadang – kadang
perpustakaan didirikan di masjid dengan maksud agar lembaga pendidikan dapat
menampung pelajar–pelajar yang dating untuk mencari ilmu pengetahuan.
Perpustakaan umum sangat banyak
jumlahnya, barang kali untuk menemukan suatu masjid atau sekolah–sekolah yang
tidak memiliki perpustakaan dengan koleksinya yang siap di tela’ah dan
muraja’ah bagi pelajar dan peneliti yang sedang mengadakan penelitian. Yang
termasuk perpustakaan umum adalah sebagai berikut:
a. Baitul Hikmah
b. Al-Haidariyah di An-Najaf
c. Ibnu Sawwar di Basrah
d. Sabur
e. Darul Hikamah di Kairo
f. Perpustakaan-perpustakaan sekolah
Perpustakaan Semi Umum
Perpustakaan semi umum didirikan
oleh para khalifah dan raja–raja untuk mendekatn diri kepada ilmu pengetahuan.
Adupan perpustakaan semi umum antara lain:
a. Perpustakaan An-Nashir Li
Dinillah
b. Perpustakaan Al-Muzta’sim Billah
c. Perpustakaan Khalifah–Khalifah
Fathimiyah
Perpustakaan Pribadi
Perpustakaan ini didirikan oleh
ulama–ulama dan para sastrawan, khusus untuk kepentingan mereka sendiri.
Perpustakaan ini sangat banyak karena hampir semua ulama dan sastrawan memiliki
perpustakaan untuk menjadi sumber dan referensi bagi pembahsan dan penelitian
mereka. Perpustakaan jenis ini antara lain:
a. Perpustakaan Al-Fathu Ibnu Haqam
b. Perpustakaan hunain Ibnu Ishaq
c. Perpustakaan Ibnul Harsyab
d. Perpustakaan Al Muwaffaq Ibnul
Mathran
e. Perpustakaan Al-Mubasysir Ibnu
Fatik
f. Perpustakaan Jamaluddin Al Qifthi
Peranan Perpustakaan pada Peradaban
Islam
Perpustakaan pada awal kejayaan
Islam menunukkan perannya dalam mennjang pendidikan umat. Perpustakaan yang di
kelola oleh orang-orang Islam tidak hanya memperhtikan ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan keagamaan, seperti msalah ibadah dan teologi, tapi juga mengelola
disiplin ilmu yang lain seperti kedokteran, sosial, politik dan sebagainya.
Berbagai peran perpustakaan pada masa peradaban Islam yaitu;
Pusat Belajar (Learning Center)
Setelah masa Khulafaur-Rasyidin, peradaban Islam berkembang
dengan pesat. Perkembngan itu antara lain adalah proses pendidikan tertama pada
masa Umaiyah dan Abbasiyah. Pada masa ini gairah dan apresiasi umat pada
perpustakaan sangat tinggi. Mereka membangun perpustakaan, baik umum, khusus
maupun perpustakaan pribadi. Sehingga tidak heran banyak masjid dan sekolah
memiliki perpustakaan. Mereka menganggap bahwa perpustakaan sama pentingnya
dalam membangun ilmu pengetahuan. Bahkan fungsi perpustakaan kadang-kadang
tidak dapat di bedakan dengan fungsi lembaga pendidikan karena sama-sma memberikan
smbangan dalam pengajaran kepada umat.
Pusat Penelitian
Sesungguhnya peran penelitian yang dilakukan oleh
perpustakaan pada masa awal Islam sangat signifikan. Hal ini dapat dilihat dari
berbagai peristiwa, misalnya utusan khalifah-khalifah atau raja-raja untuk
membahas suatu bidang ilmu tertentu di perpustakaan-perpustakaan yang terkenal
memiliki koleksi yang cukup besar dan lengkap seperti Baitul Hikmah dan Darul
Hikmah. Disamping itu, para peneliti dan cendekiawan yang mencoba mengembangkan
suatu ilmu yang berkaitan dengan keahliannya. Banyak di antara mereka yang
melakukan perjalanan dari suatu perpustakaan ke perpustakaan lain untuk
merumuskan dan melakukan penemuan-penemuan baru. Tentu saja aktivitas semacam
ini tidak pernah terhenti sampai sekarang dan begitu pula pada masa datang
selama perpustakaan menjalankan fungsinya sebagai sumber informasi.
Pusat Penerjemahan
Suatu hal yang amat menarik adalah di mana perpustakaan pada
masa itu menjadi jembatan dari kebudayaan. Misalnya, kebudayaan dan ilmu
pengetahuan Yunani Kuno diterjemahkan ke dalam bahasa Arab untuk dipelajari
oleh masyarakat. Dalam konteks ini perpustakaan menjadi sponsor atas semua
kegiatan tersebut. Aktivitas semacam ini telah mendapatkan respon positif
sehingga para penerjemah memperoleh status yang baik dalam masyarakat. Situasi
ini mulai pada saat didirikannya perpustakaan yang pertama dalam dunia Islam.
Menurut Kurd Ali, orang yang pertama kali menekuni bidang ini ialah Chalid Ibnu
Jazid (meninggal tahun 656 M). Di lain sumber dikatakan bahwa Ibnu Jazid telah
mencurahkan perhatiannya terhadap buku lama, terutama dalam ilmu kimia,
kedokteran dan ilmu bintang.
Pusat Penyalinan
Pusat Penyalinan
Salah satu hal yang dapat dibanggakan oleh kaum Muslimin
yaitu sejak dari abad pertengahan telah dirasakan pentingnya bagian percetakan
dan penerbitan dalam suatu perpustakaan. Oleh karena itu alat-alat percetakan
sebagaimana yang kita lihat di abad modern ini belum ada di masa itu, maka
untuk mengatasi hal ini mereka adakan seleksi penyalinan pada tiap-tiap
perpustakaan. Penyalinan buku itu diselenggarakan oleh penyalin-penyalin yang
terkenal kerapihan kerja dan tulisannya.
Masa Kemunduran dan Kehancuran Perpustakaan
Kemunduran dan kehancuran perpustakaan di era peradaban
Islam mengikuti kejatuhan wilayah-wilayah muslim setelah pertarungan fisik
melawan musuh-musuhnya. Misalnya perpustakaan di Tripoli di hancurkan oleh
tentara perang Salib atas komando seorang rahib yang tak senang saat melihat
banyak Al Qur’an di perpustakaan tersebut. Di samping itu perpustakaan terkenal
lainya, seperti milik Sultan Nuh Ibn Mansur yang dibakar setelah filosuf
besarnya menyelesaikan penelitiannya di tempat itu. Kenyataan itu menimbulkan
tuduhan bahwa cendikiawan sendiri yang membakar perpustakaan setelah menguasai
isi keilmuan yang terkandung dalam perpustakaan tersebut. Peristiwa lainya
terjadi pada tahun 1258M ketika sekelompok bangsa Mongol dan Tartar menjarah
kota Baghdad dan membakar perpustakaanya.
Demikianlah umat Islam berkembang dengan pesat pada awalnya seiring dengan perkembangan perpustakaan dan mundurnya umat Islam bersamaan dengan mundurnya perpustakaan. Dengan demikian cara untuk memajukan peradaban umat Islam adalah salah satunya dengan memajukan perpustakaan yaitu dengan membina perpustakaan dan meningkatkan kesadaran umat Islam akan pentingnya ilmu pengetahuan yang terkandung di dalamnya.
Demikianlah umat Islam berkembang dengan pesat pada awalnya seiring dengan perkembangan perpustakaan dan mundurnya umat Islam bersamaan dengan mundurnya perpustakaan. Dengan demikian cara untuk memajukan peradaban umat Islam adalah salah satunya dengan memajukan perpustakaan yaitu dengan membina perpustakaan dan meningkatkan kesadaran umat Islam akan pentingnya ilmu pengetahuan yang terkandung di dalamnya.